Zaman
Purbakala (Primitive Culture) Manusia diciptakan memiliki naluri untuk merawat
diri sendiri (tercermin pada seorang ibu). Harapan pada awal perkembangan keperawatan
adalah perawat harus memiliki naluri keibuan (Mother Instinc). Dari masa Mother
Instic kemudian bergeser ke zaman dimana orang masih percaya pada sesuatu
tentang adanya kekuatan mistic yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia.
Kepercayaan ini dikenal dengan nama Animisme. Mereka meyakini bahwa sakitnya
seseorang disebabkan karena kekuatan alam/pengaruh gaib seperti batu-batu,
pohon-pohon besar dan gunung-gunung tinggi.
Kemudian
dilanjutkan dengan kepercayaan pada dewa-dewa dimana pada masa itu mereka
menganggap bahwa penyakit disebabkan karena kemarahan dewa, sehingga kuil-kuil
didirikan sebagai tempat pemujaan dan orang yang sakit meminta kesembuhan di
kuil tersebut. Setelah itu perkembangan keperawatan terus berubah dengan adanya
Diakones & Philantrop, yaitu suatu kelompok wanita tua dan janda yang
membantu pendeta dalam merawat orang sakit, sejak itu mulai berkembanglah ilmu
keperawatan.
MASA
PENJAJAHAN BELANDA
Perkembangam
keperawatan di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi yaitu pada
saat penjajahan kolonial Belanda, Inggris dan Jepang. Pada masa pemerintahan
kolonial Belanda, perawat berasal dari penduduk pribumi yang disebut Velpeger
dengan dibantu Zieken Oppaser sebagai penjaga orang sakit.
Tahun 1799 didirikan rumah sakit Binen Hospital
di Jakarta untuk memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda. Usaha
pemerintah kolonial Belanda pada masa ini adalah membentuk Dinas Kesehatan
Tentara dan Dinas Kesehatan Rakyat. Daendels mendirikan rumah sakit di Jakarta,
Surabaya dan Semarang, tetapi tidak diikuti perkembangan profesi keperawatan,
karena tujuannya hanya untuk kepentingan tentara Belanda. sehingga pada
akhirnya masa Belanda terbentuklah dinas kesehatan tentara dan dinas kesehatan
rakyat. Mengingat tujuan pendirian rumah sakit hanya untuk kepentingan Belanda,
maka tidak diikuti perkembangan dalam keperawatan.
Setelah pemerintahan kolonial kembali ke
tangan Belanda, kesehatan penduduk lebih maju. Pada tahun 1819 didirikan RS.
Stadverband di Glodok Jakarta dan pada tahun 1919 dipindahkan ke Salemba yaitu
RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Tahun 1816 – 1942 berdiri rumah sakit – rumah
sakit hampir bersamaan yaitu RS. PGI Cikini Jakarta, RS. ST Carollus Jakarta,
RS. ST. Boromeus di Bandung, RS Elizabeth di Semarang. Bersamaan dengan itu berdiri
pula sekolah-sekolah perawat.
MASA
PENJAJAHAN INGGRIS (1812 – 1816)
Gurbernur
Jenderal Inggris ketika VOC berkuasa yaitu Raffles sangat memperhatikan
kesehatan rakyat. Berangkat dari semboyannya yaitu kesehatan adalah milik
manusia, ia melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan
penduduk pribumi antara lain : Pencacaran Umum,Cara Perawatan Pasien Dengan
Gangguan Jiwa, Kesehatan Para Tahanan
MASA PENJAJAHAN JEPANG (1942 – 1945)
Pada
masa ini perkembangan keperawatan mengalami kemunduran, dan dunia keperawatan
di Indonesia mengalami zaman kegelapan. Tugas keperawatan dilakukan oleh
orang-orang tidak terdidik, pimpinan rumah sakit diambil alih oleh Jepang,
akhirnya terjadi kekurangan obat sehingga timbul wabah.
ZAMAN
KEMERDEKAAN
Tahun
1949 mulai adanya pembangunan dibidang kesehatan yaitu rumah sakit dan balai
pengobatan. Tahun 1952 didirikan Sekolah Guru Perawat dan sekolah perawat
setimgkat SMP. Pendidikan keperawatan profesional mulai didirikan tahun 1962
yaitu Akper milik Departemen Kesehatan di Jakarta untuk menghasilkan perawat
profesional pemula.
Pendirian
Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) mulai bermunculan, tahun 1985 didirikan PSIK (
Program Studi Ilmu Keperawatan ) yang merupakan momentum kebangkitan
keperawatan di Indonesia. Tahun 1995 PSIK FK UI berubah status menjadi FIK UI.
Kemudian muncul PSIK-PSIK baru seperti di Undip, UGM, UNHAS dan lain lain.
Pada tahun 1949 telah banyak rumah sakit yang
didirikan serta balai pengobatan dan dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga
kesehatan pada tahun 1952 didirikan sekolah perawat, kemudian pada tahun 1962
telah dibuka pendidikan keperawatan serta dengan diploma. Pada tahun 1985 untuk
pertama kalinya dibuka pendidikan keperawatan setingkat dengan sarjana yang
dilaksanakan di Universitas Indonesia dengan nama Progam Studi Ilmu Keperawatan
dan akhirnya dengan berkembangnya Ilmu Keperawatan, maka menjadi sebuah
Fakultas Ilmu Keperawatan dan beberapa tahun kemudian diikuti berdirinya
Keperawatan setingkat S1 di berbagi Universitas di Indonesia, seperti :
Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dll
Pada saat ini muncul anggapan di masyarakat
yang menyebut perawat sebagai pembantu dokter. Karena anggapan tersebut, peran
dan posisi perawat di masyarakat semakin tersisihkan. Kondisi semacam ini telah
membentuk karakter dalam diri perawat yang pada akhirnya berpengaruh pada
profesi keperawatan secara umum. Perawat menjadi sosok tenaga kesehatan yang
tidak mempunyai kejelasan wewenang atau ruang lingkup. tugas perawat hanya
membantu pekerjaan dokter. Perawat tidak diakui sebagai suatu profesi,
melainkan pekerjaan di bidang kesehatan yang aktivitasnya bukan didasarkan atas
ilmu, tetapi atas perintah/instruksi dokter, sebuah rutinitas belaka. Pada
akhirnya, timbul sikap manut atau patuh perawat terhadap dokter.
Dampak lain yang tidak kalah penting adalah
berkembangnya perilaku profesional yang keliru dari diri perawat. Ada sebagian
perawat yang menjalankan praktik pengobatan yang sebenarnya merupakan
kewenangan dokter. Realitas seperti ini sering kita temui di masyarakat.
Uniknya, sebutan untuk perawat pun beragam. Perawat laki-laki biasa disebut
mantri, sedangkan perawat perempuan disebut suster. ini terjadi karena perawat
sering kali diposisikan sebagai pembantu dokter. Akibatnya, perawat terbiasa
bekerja layaknya seorang dokter, padahal lingkup kewenangan kedua profesi ini
berbeda.
Tidak menutup kemungkinan, fenomena seperti
ini masih terus berlangsung hingga kini. Hal ini tentunya akan menghambat upaya
pengembangan keperawatan menjadi profesi kesehatan yang profesional. Jika kita
cermati lebih jauh, hal yang berlaku justru sebaliknya. Dokter seharusnya
merupakan bagian dari perawatan klien. Seperti kita ketahui, perawat merupakan
tenaga kesehatan yang paling sering dan paling lama berinteraksi dengan klien.
Asuhan keperawatan yang diberikan pun sepanjang rentang sehat-sakit.
Dengan demikian, perawat adalah pihak yang
paling mengetahui perkembangan kondisi kesehatan klien secara menyeluruh dan
bertanggung jawab atas klien. Sudah selayaknya jika profesi kesehatan lain meminta
"izin" terlebih dahulu kepada perawat sebelum berinteraksi dengan
klien. Hal yang sama juga berlaku untuk keputusan memulangkan klien. Klien baru
boleh pulang setelah perawat menyatakan kondisinya memungkinkan. Walaupun
program terapi sudah dianggap selesai, program perawatan masih terus berlanjut
karena lingkup keperawatan bukan hanya pada saat klien sakit, tetapi juga
setelah kondisi klien sehat
No comments:
Post a Comment