Tidaklah cukup
hanya mengatakan bahwa sosiologi politik adalah ilmu tentang kekuasaan. Kita harus membuat analisa
tentang konsep “kekusaan”, yang sangat luas dan tidak jelas. Perbedaan yang
dibuat oleh Duguit (dalam Duverger,
2002:7) antara mereka yang memerintah dan yang
diperintah tidaklah sejelas sepeti apa yang kelihatannya pertama kali didalam
setiap kelompok kecil
hanya orang yang berada di dasar
tangga yang
diperintah tanpa memerintah, dan hanya kepala negara adalah seseorang yang memerintah
tanpa diperintah. Karena itu, apakah bisa kita berbicara tentang “kekuasaan”,
bilamna tidak ada kesamaan didalam hubungan antar manusia, bilamana suatu
individu bisa memaksakan kehendaknya kepada yang lain. Bilamana setiap hubungan
yang bersifat otoritarian masuk ke dalam wilayah sosiologi politik, maka
sosiologi politik menjadi seluas sosiologi. Karena itu, kita harus mendapatkan
definisi yang lebih tepat dan lebih terbatas, suatu definisi yang akan
membedakan kekuasaan politik dari otoritas dan jenis lain. Beberapa dasar bisa dipergunakan
bagi definisi kita (Duverger, 2002:5).
Menguraikan konsep
kekuasaan politik, perlu dilihat pada kedua elemennya, yakni kekuasaan dari
akar kata kuasa yang berarti memimpin, memerintah, mengurus (KBBI, 2008:824).Sedangkan
politiksecara etimologis, berasal dari bahasa yunani “ Polis “
yang berarti kota berstatus negara. Kuasa dan kekuasaan kerap dikaitkan
dengan kemampuan untuk membuat gerak yang tanpa kehadiran kuasa (kekuasaan)
tidak akan terjadi. Bila seseorang, suatu organisasi, atau suatu partai politik
bisa mengorganisasi sehingga berbagai badan negara yang relevan misalnya
membuat aturan yang melarang atau mewajibkan suatu hal atau perkara maka mereka
memunyai kekuasaan politik. Variasi yang dekat dari kekuasaan politik adalah
kewenangan (authority), kemampuan untuk membuat orang lain melakukan suatu hal
dengan dasar hukum atau mandat yang diperoleh dari suatu kuasa. Sedangkan
kekuasaan politik, tidak berdasar dari UU tetapi harus dilakukan dalam kerangka
hukum yang berlaku sehingga bisa tetap menjadi penggunaan kekuasaan yang
konstitusional (Rafael, 2001).
Weber (dalam Rafael, 2001:190)
mendefinisikan kekuasaan sebagai “kemungkinan bagi seseorang untuk memaksakan
orang-orang lain untuk berprilaku sesusai kehendaknya”. Kekuasaan adalah salah
satu jenis-jenis intreaksi sosial, namun jelas sekali adanya
perbedaan-perbedaan penting diantara tipe-tipe kekuasaan yang dijalankan
manusia. Menurut Weber (dalam Rafael,
2001:191) kekuasan akrab dengan istilah coercion, (paksaan). Kerap
kali mereka atau seseorang menggunakan tipe kekuasaan yang memiliki pengaruh. Memperoleh
pengaruh bisa didapat dari kekayaan, popularitas, daya tarik, pengetahuan,
keyakinan, atau karena kualitas tertentu yang dikagumi oleh orang-orang
disekitar.
Otoritas
Tradisional
Pada beberapa masyarakat, orang mematuhi perintah mereka yang memegang
kekuasaan karena pada dasarnya “itulah cara yang seharusnya dilakukan” dalam
tradisi mereka jadi para raja, ratu, dan kepala suku tidak perlu menulis
peraturan hukum untuk memerintah. Otoritas mereka didasarkan atas tradisi, adat
istiadat yang sudah lama dipertahankan, dan diwariskan dari orang tua kepada
anak.Yang mempertahankan otoritas ini dari generasi yang satu ke generasi
berikutnya. Sering kali otoritas tradisional dibenarkan oleh tradisi religius.
Misalnya, raja-raja Eropa abad pertengahan dikatakan memerintah berdasarkan hak
ilahi. Dan para kaisar Jepang pun dipandang sebagai perwujudan dewa langit (Weber dalam Rafael, 2001:191).
Otoritas tradisional adalah otoritas di mana legitimasi sosok otoritas
didasarkan sekitar kustom. Legitimasi dan kekuatan untuk kontrol diturunkan
dari masa lalu dan kekuatan ini dapat dilaksanakan dengan cara yang cukup
diktator. Ini adalah jenis otoritas di mana hak-hak tradisional individu yang
kuat dan dominan atau kelompok yang diterima atau setidaknya tidak ditantang
oleh individu bawahan. Ini bisa menjadi religius suci atau spiritual bentuk
mapan dan perlahan-lahan mengubah budaya atau suku keluarga atau struktur clan
jenis.
Individu yang dominan bisa menjadi imam pemimpin klan kepala keluarga atau
beberapa tokoh lainnya patriarki atau elit dominan mungkin mengatur. Dalam
banyak kasus otoritas tradisional didukung oleh mitos atau koneksi ke artefak
suci sosial seperti salib atau bendera dan oleh struktur dan lembaga yang
melestarikan otoritas ini. Secara historis otoritas tradisional telah menjadi
bentuk yang paling umum di kalangan pemerintah. Contoh dari hal ini adalah raja
dan ratu dalam sistem monarki Inggris yang harus milik keluarga tertentu untuk
mendapatkan posisi mereka.
Otoritas tradisional sering didominasi pra-modern masyarakat. Hal ini
didasarkan pada keyakinan dalam kesucian tradisi dari kemarin kekal. Karena
pergeseran dalam motivasi manusia seringkali sulit bagi individu modern untuk
memahami palka yang memiliki tradisi dalam masyarakat pra-modern. Menurut Weber otoritas
tradisional merupakan sarana yang ketimpangan diciptakan dan dipelihara. Jika
tidak ada yang menantang otoritas pemimpin tradisional atau kelompok pemimpin
akan tetap dominan. Juga baginya blok otoritas tradisional pengembangan
rasional-hukum bentuk otoritas sudut pandang dia sangat parsial
Otoritas
Karismatik
Orang bisa juga tunduk pada kekuasaan bukan karena tradisi, melainkan
karena daya tarik luar biasa dari seoarang individu, atau karena individu yang
bersangkutan memiliki karisma yang luar biasa. Napoleon, Gandhi, Mao Zedong, Soekarno adalah contoh-contoh
pemimpin yang memiliki legitimasi kekuasaan dari karisma-suatu kualitas
personal yang luar biasa hebat, yang secara popular dihubungkan dengan
Individu-individu tertentu. Para pengikut mereka mengerti pemimpin yang
karismatik sebagai pribadi yang ditakdirkan memiliki visi yang luar biasa
hebat, kekuasan dari seseoarang penyelamat, atau mendapat rahmat khusus dari
Tuhan. Otoritas karismatik secara inheren tidak stabil, karismatik itu tak dapat
ditransfer kepada orang lain. Jika suatu sistem politik didasarkan pada
otoritas karismatik, maka ia akan hancur ketika pemimpinya meninggal.
Sebaliknya, ia akan berlanjut melalui proses “rutinisasi”, dimana para
pengikutnya beralih dari “kedekatan personal” kepada “komitmen organisasional”
penghormatan dan kesetiaan pribadi mereka terhadap seorang pemimpin diganti
dengan komitmen formal terhadap suatu sistem politik menurut Madsen and Snow
(dalam Rafael, 2001:193).
Otoritas Karismatik ada saat kontrol orang lain didasarkan pada
karakteristik pribadi seseorang seperti keahlian etis heroik atau agama yang
luar biasa. Pemimpin karismatik dipatuhi karena orang merasakan ikatan
emosional yang kuat bagi mereka. Hitler Gandhi Napoleon dan Julius Caesar adalah
semua pemimpin karismatik. Satu-satunya dasar dari otoritas karismatik adalah
pengakuan atau penerimaan klaim dari pemimpin oleh pengikut. Otoritas
karismatik bisa menjadi revolusioner di alam menantang otoritas tradisional dan
kadang-kadang rasional-legal. Jenis otoritas dengan mudah bisa berubah menjadi
otoritas tradisional di mana kekuasaan tersebut dilakukan oleh orang-orang yang
mengelilingi pemimpin karismatik.
Otoritas Karismatik adalah antitesis dari kegiatan rutin dan merupakan
keinginan untuk gangguan dan perubahan tatanan sosial yang berlaku. Ini adalah
bagian penting dari dialektika antara kebutuhan manusia untuk struktur dan
kebutuhan sama-sama manusia untuk variasi dan inovasi dalam masyarakat.
Otoritas karismatik berbeda dari otoritas rasional atau tradisional karena
tidak berkembang dari perintah ditetapkan atau tradisi melainkan dari
kepercayaan khusus pemimpin karismatik dalam menginduksi pengikutnya kekuatan
aneh yang menunjukkan dan kualitas yang unik yang dimilikinya. Menurut Weber sulit
bagi para pemimpin karismatik untuk mempertahankan otoritas mereka karena
pengikut harus terus melegitimasi otoritas ini. Ada kebutuhan untuk pemimpin
karismatik untuk terus menunjukkan kinerja kepemimpinan kepada para pengikutnya
untuk memperkuat legitimasi kekuasaannya
Konsep karisma ini memainkan peran penting dalam analisis Weber, dengan
memberikan pengertian lebih luas, yang menunjuk pada daya tarik pribadi yang
ada pada orang sebagai pemimpin. Karakteristik-karakteristik pribadi yang dimilikinya
memberikan inspirasi kepada orang-orang yang menjadi pengikutnya.
Jadi istilah karisma diterapkan pada suatu mutu tertentu yang terdapat pada
kepribadian seseorang, yang karenanya dia terpisah dari orang biasa dan
diperlakukan sebagai orang yang dianugerahi dengan kekuasaan atau mutu yang
bersifat supernatural, memiliki kelebihan dari orang kebanyakan, atau
sekurang-kurangnya merupakan kekecualian dalam hal-hal tertentu. Mutu seperti
itu menarik para pengikut yang setia pada pemimpin karismatik secara pribadi
dan yang memiliki komitmen terhadap keteraturan normatif atau moral yang
ditawarkannya.
Bagi
Weber, karisma merupakan satu bentuk kekuatan yang memiliki sifat memberontak
kemapanan (revolutionair force).
Kebalikan dari otoritas tradisional yang konservatif, kemunculan pemimpin
karismatik merupakan ancaman terhadap sistem yan sudah berjalan, bahkan sistem
yang dibangun secara legal-rasional, dan menuju pada perubahan yang dramatis.
Perubahan yang dibawa pemimpin karismatik ini lebih ditujukan kepada pikiran
dan sikap orang. Perubahan sosial yang dimotori secara karismatik tersebut
dengan demikian muncul di luar kerangka kehidupan sehari-hari yang biasa, dan
dalam semangatnya bertentangan dengan apa yang rutin dalam kehidupan yang
biasa. Gerakan-gerakan serupa ini cenderung muncul selama krisis sosial yang
besar terjadi atau selama perubahan sosial yang pesat di mana norma-norma dan
pola-pola tradisional nampaknya tidak sesuai lagi dengan atau tidak jalan.
Tawaran pemimpin karismatik harus dipahami dalam kerangka usahanya menentang
latar belakang suatu lingkungan yang kacau dan tidak stabil. Namun demikian
perubahan sosial yang ditawarkan tersebut diakui tidak selamanya stabil dan
mudah berubah-ubah.
Menurut pengamatan Weber organisasi dibalik pemimpin
karismatik inipun sangat rentan. Apabila pemimpinnya meninggal, cepat atau
lambat dengan sendirinya organisasi akan bubar. Meskipun diperoleh pengganti
yang mungkin memiliki kemiripan kualifikasi dengan pemimpin terdahulu, tetapi
popularitasnya tidak akan bisa menyamai pemimpin mula-mula. Weber juga
mengamati ada usaha dari staf birokrasi untuk menciptakan suatu organisasi yang
lebih langgeng dengan membangun seperangkat aturan yang dapat membantu
anggota-anggotanya menemukan pemimpin yang diinginkan.
Akan tetapi secara cepat aturan-aturan ini akan berubah menjadi tradisi,
yang berarti pemimpin karismatik akan menjadi pemimpin tradisional dengan
karakteristik dan dinamik seperti yang sudah
disebutkan di atas
Otoritas
Legal
Sistem-sistem politik Negara-negara industri sebagian besar didasarkan atas
otoritas legal, yang oleh Weber (dalam Rafael,
2001:193) disebut juga otoritas rasional.Sistem-simtem ini memperoleh
legitimasi dari seperangkat peraturan dan prosedur yang eksplisit yang
menguraikan secara agak rinci hak-hak dan kewajiban-kewajiban pemerintah. Secara
tipikal, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur itu dibuat tertulis. Orang-orang
menerima atau mengakui kepatuhan mereka pada “hukum”. Hukum menspesifikasi
prosedur-prosedur yang memungkinkan individu-individu tertentu memegang
jabatan-jabatan kekuasaan, seperti Gubenrnur atau Presiden atau Perdana
Menteri.
Tetapi otoritas tetap tinggal dalam jabatan-jabatan tersebut, bukan pada
individu-individu yang secara temporer memegang jabatan-jabatan yang
bersangkutan.Jadi suatu sistem politik yang didasarkan pada otoritas legal sering
kali disebut “pemerintahan oleh hukum, bukan pemerintahan oleh orang”. Jika
para pemegang kekuasaan individual melampaui otoritas mereka, mereka bisa
dipaksa meninggalkan jabatan mereka dan diganti oleh orang-orang lain. Dalam
praktik, ketiga tipe otoritas ini bisa dikombinasikan Kepresidenan Amerika
Serikat, misalnya, didasarkan atas otoritas legal, tetapi jabatan itu juga
dapat sungguh-sungguh merupakanotoritas tradisional. Hak-hak istimewa
eksklutif, yang memungkinkan seorang Presiden dapat merahasiakan
dokumen-dokumen rahasia tertentu, bahkan dari Kongres, adalah kekuasaan yang
diperoleh dari tradisi, bukan melalui konstitusi atau hukum. Tidak ada hukum
yang menetapkan hal semacam itu di AS. Beberapa orang Presiden , seperti Abraham
Lincoln dan Franklin Roosevelt juga memiliki otoritas kharismatik. Roosevelt
memperoleh kursi kepresidenan melalui prinsip-prinsip legal-rasional. Ia
dipilih menjadi presiden sebanyak empat periode. Dan banyak orang Amerika
melihatnya sebagai seorang pemimpin yang kharismatik. Namun basis utama dari
kekuasaan presiden AS adalah otoritas legal.
Bentuk otoritas ini, atau sering disebut otoritas legal-rasional dan sangat
erat kaitannya dengan rasionalitas-instrumental, didasarkan pada komitmen
seperangkat peraturan yang diundangkan secara resmi dan diatur secara
impersonal. Orang yang melaksanakan otoritas ini karena ia memiliki suatu
posisi sosial yang menurut peraturan adalah sah didefinisikan sebagai memiliki
posisi otoritas tersebut. Anggota atau bawahan tunduk pada otoritas bukan
karena pribadi pemimpin, tetapi karena posisi sosial yang mereka miliki itu
juga didefinisikan menurut peraturan sebagai pihak yang harus tunduk dalam
bidang-bidang tertentu. Posisi untuk menduduki posisi otoritas itu atau posisi
bawahan juga diatur secara eksplisit oleh peraturan yang secara resmi adalah
sah. Otoritas legal ini diwujudkan dalam suatu organisasi birokratis.
Menurut Weber birokrasi modern, seperti yang dilihatnya langsung dalam
masyarakatnya sendiri, merupakan organisasi sosial yang paling efisien,
sistematis dan dapat diramalkan. Perkembangan dunia modern salah satunya ditandai dengan
semakin besarnya pengaruh birokrasi ini. Bentuk organisasi sosial birokratis,
yang mencerminkan suatu tingkat rasionalitas yang tinggi, mampu berkembang
pesat dengan menggeser bentuk-bentuk tradisional seperti yang akan dibahas
kemudian, karena efisiensi yang ditawarkannya. Pertama, organisasi ini secara
sistematis menghubungkan kepentingan individu dan tenaga pendorong dengan pelaksanaan
fungsi-fungsi organisasi. Di satu sisi pelaksanaan fungsi organisasi oleh para
staf telah diatur secara khsusus dan sebagai imbalannya staf memperoleh gaji
dan kesempatan promosi. Kedua,
dengan aturan tersebut berarti terdapat pemisahan yang tegas dan sistematis
antara apa yang bersifat pribadi dengan apa yang birokratis.
Dalam melakukan analisis otoritas legal tersebut, Weber menggunakan
karakteristik- karakteristik yang istimewa, yang disebutnya sebagai ideal-type
atau dalam hal ini berarti ideal-typical bureaucracy . Weber membedakan antara Ideal
type birokrasi dan Ideal type birokrat. Dia memberikan pemahaman
tentang birokrasi sebagai suatu struktur dan birokrat sebagai suatu posisi di
dalam struktur tersebut. Weber sama sekali tidak menawarkan psikologi sosial
dari organisasi atau individu yang memegang jabatan birokrasi tersebut. Ideal
type adalah suatu tipe organisasi. Unit-unit dasarnya adalah institusi yang
diorganisir secara hirarkis melalui peraturan-peraturan, fungsi-fungsi, dokumen-dokumen
yang tertulis dan dengan alat-alat yang bersifat memaksa. Dengan demikian Weber
mampu menyusun Ideal type birokrasi yang berfokus pada
pemikiran-pemikiran mengenai tingkah laku individu dalam birokrasi
Semoga Bermanfaat ......
No comments:
Post a Comment